Pasca Dicabutnya Pasal 2 Perpres Nomor 99 Tahun 2020 Rakyat Harus Tau, Tidak Ada Lagi Kewajiban Vaksinasi Bagi Masyarakat

Palu (LPKN) Sebagaimana diketahui bahwa Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan bahwa, pemerintah melalui Presiden Joko Widodo wajib memberikan kepastian perihal Standart kehalalan vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia.

Hal tersebut diputuskan melalui uji materi terkait Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020, tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Dalam kutipan amarnya jum’at (22/4/22), MA memutuskan ; “Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia.”

Menurut MA, Pasal 2 Perpres Nomor 99 Tahun 2020 itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Pengadilan Negara Tertinggi itu juga menyatakan bahwa Pasal 2 Perpres Nomor 99 Tahun 2020, ‘tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dapat menjamin kehalalan vaksin Covid-19.”

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ; “pemerintah tidak boleh memaksa masyarakat melakukan vaksinasi Covid-19 dengan alasan apapun, termasuk darurat wabah pandemi maupun alasan keselamatan rakyat. Kecuali ada jaminan penghormatan dan perlindungan dari pemerintah terhadap umat beragama untuk menjalankan agama dan keyakinannya.”

Selain itu, Mahkamah Agung menyatakan; “Bahwa pemerintah dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Negara Republik Indonesia, tidak serta merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apapun dan tanpa syarat, kecuali adanya perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam.”

Terkait putusan tersebut, Ketua Umum Lembaga Pemerhati Khusus Nasional (LPKN) Republik Indonesia , Adv.Egar Mahesa, mengacu pada keputusan Mahkamah Agung tersebut, “bahwa hak kebebasan beragama dan beribadah merupakan salah satu hak yang bersifat ‘non derigable’, atau tidak dapat dikurang-kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun.

Karenanya, negara wajib menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah,” tegasnya.

Dia mengungkap, “yang paling utama yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara adalah kebebasan internal (internal freedom) dari agama, yaitu menyangkut keyakinan terhadap doktrin atau aqidah suatu agama. Kebebasan inilah yang tidak dapat diintervensi oleh negara tanpa syarat.”

Direktur Utama (Dirut) Kantor Hukum Egar Mahesa & Partners ini juga menjelaskan bahwa, Peraturan Presiden (Perpres) adalah bagian jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya, sesuai ketentuan (pasal 7 UU N0.12 Tahun 2011).

Menurut Pria Kelahiran 34 Tahun Silam ini yang tak lain adalah Pemerhati dan Juga Pengacara Muda, menuturkan ketentuan Pasal di atas, Perpres adalah peraturan pelaksanaan dari suatu undang-undang, dalam hal ini UU No.3 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Oleh karenanya dengan telah dicabutnya pasal 2 Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tersebut, maka telah terjadi kevakuman hukum dan tidak ada lagi konsekwensi hukum atau mandatory (kewajiban) vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat, tutupnya. Jadi pihak pemerintah atau aparat sekarang tidak perlu lagi mengejar-ngejar (memaksa) masyarakat untuk vaksin, apalagi menjadikannya syarat utama Kartu Vaksin syarat administrasi disegala aspek semisalnya untuk kepentingan transportasi, harus Negara Patuh pada hukum yang dilahirkannya untuk menjaga marwah Bangsa dimata Rakyat dan Negara itu sendiri, tutupnya***

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top